Home » Review Musik » Agama dalam Untaian Nada: LBC Gospel Choir
Klik x untuk menutup hasil pencarian. Cari di situs Remaja Kristen
Agama dalam Untaian Nada: LBC Gospel Choir
Columbia - Pada hari Selasa sore, Carmen Fields memimpin rekan-rekannya sesama mahasiswa untuk menyanyikan lagu "You are the Lord of the Breakthrough" dalam bentuk akapela.
"Renungkanlah makna dari lirik lagu itu," ujarnya seiring suara rekan-rekannya semakin keras. "Lagu itu bukan tentang orang lain." Nyanyian mereka semakin keras sementara mereka semua berdiri di depan kursi mereka masing-masing dan musik mulai mengalun.
"Pikirkan tentang lirik lagu ini," katanya, kali ini dengan suara yang lebih lantang.
Dua puluh menit sebelumnya, anggota paduan suara ini hanya saling mengobrol mengenai hari mereka dan bercanda dengan teman-teman mereka namun ketika mereka menyanyikan lagu gospel dan berdoa di sela-sela lagu itu, atmosfir di ruangan itu berubah dari riuh menjadi serius, walaupun energi itu masih ada. Mengekspresikan pujian kepada Allah melalui lagu telah mengubah persekutuan yang sederhana ini menjadi sebuah ibadah penyembahan.
Sementara lagu itu dinyanyikan, beberapa dari mereka memejamkan mata mereka sembari menyanyi, beberapa yang lainnya mengangkat tangan atau bertepuk tangan, yang lainnya berbisik. Beberapa dari mereka mengucapkan kata-kata pujian: "Terima kasih, Yesus." "Halleluya." "Amin, Tuhan."
LBC Gospel Choir, diberi nama sesuai dengan organisasi yang memayungi mereka, Legion of Black Collegians, adalah sebuah organisasi mahasiswa MU (Missouri State University)yang anggotanya telah berkumpul untuk menyembah Tuhan dan membangun komunitas budaya dan rohani selama lebih dari 30 tahun. Pada tahun 2009, selama Black History Month (peringatan tahunan peristiwa penyebaran orang-orang Afrika ke Amerika, benua Eropa dll.), MU merayakan hari jadi program studi udaya kulit hitam yang ke-39 di kampus mereka. Hanya ada sekitar 200 program studi semacam itu di seluruh Amerika Serikat.
Kelompok paduan suara ini menghabiskan sebagian besar waktu mereka bersama untuk menyanyi, tetapi coba tanyakan kepada salah satu anggota manapun dari kelompok ini, dan mereka akan menjawab bahwa fokus utama mereka bukanlah kepada pagelaran musikal. Dewan eksekutif paduan suara ini, yang terdiri dari Jaron Simon, Georgenne Murphy dan Terence Williams, dan beberapa orang lainnya membimbing grup ini untuk fokus kepada makna dari lagu-lagu yang mereka nyanyikan.
"Kelompok ini bukanlah sebuah paduan suara semata," ujar Simon. "Ini adalah paduan suara gospel, yang artinya kita berbicara mengenai kabar baik Yesus Kristus."
"Ketika kami menyanyi, kami mendorong orang lain melalui lagu mengenai Yesus Kristus. Dialah pusat dari dari segala yang kami lakukan. Lagu yang kami nyanyikan tidak berisi tentang pemujaan diri sendiri tetapi mengabarkan pesan bahwa Yesus telah mati dan bangkit dari antara orang mati demi menyelamatkan kita dari diri kita."
Musik Gospel
Dalam bukunya yang berjudul "People Get Ready! A New History of Black Gospel Music", Robert Darden menyebut musik gospel sebagai "agama yang bernada." Ia menjelaskan jenis musik ini sebagai fondasi bagi ragam musik yang lainnya dengan menulis bahwa musik gospel memiliki seluruh "sifat-sifat musik rock yang adaptif," termasuk ketukan, dramanya dan vibrasi instrumennya.
Musik gospel modern bermula sejak 100 tahun yang lalu dan menjadi populer pada pertengahan tahun 1940-an, bersamaan dengan kebangkitan paduan suara gospel. Namun, bentuk musik yang dibangun di atas dasar nyanyian dan khotbah adalah hal yang sudah biasa bagi setiap generasi orang-orang kulit hitam. Nada lagu dan pesan di dalamnya berasal dari nyanyian budak, nyanyian spiritual dan himne Protestan.
Dalam buku "How Sweet the Sound: The Golden Age of Gospel," ahli musik dan penyanyi gospel, Horace Clarence Boyer, mendefinisikan genre musik ini. Walaupun musik gospel memiliki harmoni yang sederhana, tulisnya, "irama musik gospel selalu diwujudkan oleh penyanyinya dalam aksen dan gaya berbicara yang naik-turun, cara berjalan, cara tertawa yang renyah dan cukup jelas untuk mengilhami gerakan yang serempak."
Hal-hal yang mendefinisikan musik gospel bukanlah musik yang ditulis dalam sebuah lembaran tetapi merupakan penerapan dari "improvisasi yang berlebihan" dan "pribadi musikal" yang berbeda antar para pembuat lagu itu. Namun, ujar Boyer, yang menjadi corak khas dari musik gospel tidaklah murni hasil dari gaya suara dan gerakan fisik penyanyinya, melainkan dari hati, dari inspirasi spiritualnya. Setiap penyanyinya menyanyi "dengan hasrat seorang Kristen yang teguh," ujar Boyer.
Simon berkata bahwa musik gospel memiliki "kemampuan untuk memulihkan jiwa dan roh, untuk memberi keberanian dan merubah hidup." Liriknya memperkatakan firman Allah, dan "kuasa Roh Kudus yang membimbing penyanyinya untuk menyampaikan lagu itu" memberi kuasa yang unik.
"Setiap musik memberi inspirasi dan mengekspresikan emosi, tetapi musik gospel mengekspresikan kasih yang sudah diterima oleh pencipta lagu itu," ujar Murphy.
Cara menyanyikan genre ini membutuhkan vokal dengan tenaga yang besar, ujar Simon: "Menyanyikannya mungkin memaksa suaramu ... tetapi pada akhirnya, saya memandang hal itu sebagai harga dan pengorbanan yang dibuat untuk memulihkan iman."
LBC Gospel Choir utamanya memilih lagu-lagu gospel tetapi juga lagu-lagu yang lebih tradisional. Lagu gospel tradisional memiliki akar dari musik blues, sementara musik gospel kontemporer lebih mengarah kepada kombinasi antara musik jazz dan R&B. Kata-kata dalam lirik gospel tradisional selalu jelas diucapkan, tetapi lirik lagu gospel kontemporer dapat tersamarkan di tengah-tengah suara instrumen musik yang keras yang ditemukan dalam gaya rock atau reggae.
Para pemimpin paduan suara memilih lagu-lagu yang terdengar riang dengan lirik yang mendorong anggota paduan suaranya sekaligus para pendengar mereka untuk berfokus kepada perjalanan spiritual.
"Sebagian besar orang pada masa kini lebih menyukai musik gospel kontemporer, tetapi yang paling penting adalah kami memberi mereka apa yang paling mereka butuhkan: Gospel (Injil) itu sendiri, "ungkap Williams.
Komposisi musik gospel biasanya tidak ditulis, pemimpin paduan suara LBC mengajarkan lagu-lagu yang akan dinyanyikan berdasarkan rekaman lagu tersebut dari YouTube, iTunes atau dari CD. Para pemusiknya harus berusaha untuk belajar memainkan musik itu hanya dengan mendengar rekamannya.
Sama seperti di sebagian besar musik gospel, lirik yang dinyanyikan oleh paduan suaranya juga tidak panjang dan rumit namun variasi musikal pada pengulangan bait-baitnya membuat lagu tersebut menjadi lagu yang dinamis. Sedikitnya kata-kata dalam liriknya membuat lagu tersebut menjadi lebih kuat untuk mengantarkan pesan dalam lagu itu kepada para pendengarnya, kata Simon.
Lirik lagu itu menekankan pujian dan permohonan yang rendah hati kepada Allah. Mereka menyanyikan "Bapa kami, kuduslah Engkau. Kami memuliakan-Mu dan meninggikan Engkau."
Beberapa lirik yang lain menyanyikan prinsip-prinsip Kekristenan: "Oh darah yang dicurahkan Yesus untukku di atas Kalvari tak'kan hilang kuasanya...Aku menjadi milik-Nya karena darah-Nya. Kuasa-Nya melebihi gunung tertinggi, dan mengalir sampai lembah terdalam."
Penekanan kepada pesan Kekristenan semacam itu sesuai dengan tujuan historis dari genre musik gospel sendiri. "Meskipun faktanya lagu-lagu gospel dinyanyikan untuk didengar oleh orang lain, tetapi hal yang terpenting dalam genre ini adalah agar penyanyinya menggunakan lagu untuk menyampaikan perasaan mereka mengenai Kekristenan," tulis Boyer.
Ekspresi Penyembahan dan Musikalitas
Dalam Western Journal of Black Studies, Sharon Young mensurvei paduan suara gospel di hampir 60 universitas di Amerika Serikat dan menemukan bahwa, seperti paduan suara LBC, kelompok-kelompok paduan suara yang diprakarsai oleh mahasiswa berpusat kepada persekutuan di dalam iman Kristen.
"Kami benar-benar mengabdi untuk menyatakan Injil," kata Simon. "Kami ingin mengabarkan kepada orang lain mengenai Yesus Kristus. Itulah yang menjadi aspek terpenting dari paduan suara ini yang dapat kami tekankan. Aspek itulah yang melampaui setiap orang dalam paduan suara ini. Injil itu lebih penting dari paduan suara ini; bahkan itulah yang menjadi alasan mengapa paduan suara ini dibentuk.
Namun demikian, Young, yang juga adalah seorang professor dalam bidang musik di Unversity of Arkansas di wilayah Little Rock sekaligus seorang pemimpin paduan suara gospel kampus, juga menemukan bahwa paduan suara gospel yang berhubungan dengan fakultas musik lebih cenderung menekankan pendidikan musikal daripada kepada iman. Di dalam surveinya, Young menemukan bahwa tidak peduli latar belakang perguruan tinggi, baik yang awalnya hanya dikenal untuk orang berkulit hitam atau perguruan tinggi yang sebelumnya adalah kampus untuk kulit putih, atau apapun ras para anggotanya maupun pemimpin paduan suaranya; penekanan kelompok paduan suara itu tetaplah kepada musik.
Bahkan dalam paduan suara kampus dan universitas yang menekankan pendidikan musik, "musik gospel tidak dapat ditampilkan tanpa pesan yang terkandung di dalamnya," kata Young. "Ansambel yang dimainkan berinteraksi dengan pendengarnya sembari mereka menyanyi dari rohnya. Mereka tidak memiliki kontrol terhadap apa yang mereka teriakkan, semua tindakan tersebut adalah suatu ungkapan yang tulus dan jujur. Saya tidak dapat menghentikan ekspresi mereka."
Paduan suara LBC tidak mensyaratkan audisi formal, tidak seperti beberapa paduan suara dan kelompok di kampus. Beberapa anggotanya adalah pemula dan beberapa lainnya adalah penyanyi profesional, namun mereka semua bergabung karena hasrat untuk menyanyikan musik gospel.
Saat di konser, ekspresi spiritual para anggota paduan suara LBC mengalir dengan tanpa halangan kepada gerakan fisik. Sembari lagu yang berirama cepat dinyanyikan, para anggota paduan suara dan para pendengar secara berangsur-angsur menaikkan tangan mereka, memejamkan mata mereka, melenggak-leggok atau menari.
"Sementara Roh Kudus mulai bergerak, Anda akan merasa didorong untuk berdiri, berseru atau duduk diam dan menangis jika hal itu merupakan sebuah penyingkapan yang dalam sehingga Anda tidak dapat melakukan suatu apapun," ujar Simon.
Pengalaman itu merupakan interaksi dua arah. Ekspresi para pendengar "mempengaruhi anggota paduan suara," ujar Murphy. Seorang solois yang keluar dari barisan dan menuju ke depan untuk memimpin paduan suara tersebut menambahkan "semangat dan kegirangan" dan energi kepada ekspresi mereka.
Tetapi Young mengatakan bahwa paduan suara yang berada di dalam universitas akan menampilkan sikap yang lebih profesional dan memiliki musikalitas yang dipoles oleh pimpinan seorang konduktor.
Meskipun paduan suara LBC tidak memiliki pemimpin pujian yang profesional tetapi asisten pemimpin tersebut akan mengerjakan aspek teknis dari musik dengan para anggota paduan suara. Sementara paduan suara itu berlatih lagu, pemimpin tersebut akan memastikan presisi not dan kunci dari lagu yang dipelajari.
Bahkan ketika latihan itu menjadi lebih kepada penyembahan, anggota paduan suara itu mempertahankan bentuk paduan suara yang formal. Penyanyi tenor, alto dan sopran akan duduk di dalam kelompok mereka dan mereka dianjurkan untuk duduk di ujung kursi mereka untuk mempertahankan postur tubuh.
Setelah latihan yang penting, aspek musikal dari lagu yang dipelajari itu menjadi semakin alami bagi anggota paduan suara tersebut. Sementara mereka bernyanyi, mereka dapat memusatkan energi mereka kepada pengalaman penyembahan.
Beberapa kali dalam satu semester, di tengah-tengah latihan, paduan suara itu memasuki sebuah "waktu penyembahan" yang tidak direncanakan, yang disebut Murphy sebagai saat yang di dalamnya setiap orang "memberikan penyembahan kepada Allah secara langsung," tanpa memperhatikan keadaan di sekeliling mereka.
"Apapun yang kami alami akan keluar saat kami menyanyikan sebuah lagu," ungkapnya. "Dan jika sebuah lagu dinyatakan kepada kami, lagu itu akan menyalakan semangat untuk menyembah. Merupakan sesuatu yang sangat indah untuk dapat bersama-sama dan tidak hanya menyanyikan lagu itu tetapi juga menghayati dan merasakannya dengan sesama orang percaya."
Pada latihan mingguan, doa merupakan komponen kunci. Seorang anggota dewan eksekutif berdoa sebelum latihan dimulai dan seorang dari pemimpin akan membuka latihan itu dengan doa sementara pemain musik memainkan keyboard dengan lembut.
Doa inilah yang memberi atmosfir kepada sesi latihan itu, kegiatan ini mengingatkan setiap anggota paduan suara untuk berpusat kepada Allah dan kebaikan-Nya. "Doa ini memberi dorongan untuk menyembah, menyanyi tidak untuk sekedar menyanyi dan bermain alat musik tidak untuk sekedar bermain alat musik," ujar Simon. "Doa ini membebaskan setiap orang untuk melepaskan beban mereka di hadapan Allah sebelum mereka menyanyi. Inilah saat untuk disegarkan kembali dan memusatkan pikiran untuk menyembah Allah."
Dalam latihan itu juga terdapat elemen penyembahan yang ditemukan dalam gereja tradisional: kesaksian, atau berbagi pengalaman rohani; dan kebaktian, atau pengajaran rohani yang memberi semangat.
Williams menyimpulkan latihan itu sebagai dorongan agar para anggota paduan suara untuk tetap menjaga pengalaman rohani mereka sepanjang minggu, merenungkan setiap lirik yang baru saja mereka nyanyikan. "Berserahlah sepenuhnya kepada Allah," katanya. "Bersyukurlah kepada-Nya. Bersungguh-sungguhlah. Ini adalah sebuah gaya hidup."
Simon menekankan bahwa waktu pribadi bersama dengan Allah adalah aspek yang paling penting dalam kehidupan rohani. "(Saat teduh itu) memampukan kami untuk membawa sesuatu yang lebih kepada paduan suara ini," ujarnya.
Komunitas Rohani
Pengalaman yang paling bersemangat bagi paduan suara LBC dalam setahun adalah Missouri Statewide Gospel Conference atau MO-State yang diadakan setiap tahun. Acara tahunan tersebut merupakan persekutuan paduan suara dari setiap universitas di negara bagian tersebut dan biasanya diadakan pada akhir minggu pada semester musim gugur.
Setiap anggota paduan suara berbicara mengenai acara tersebut dengan bersemangat seperti di dalam musik mereka. Banyak dari mereka yang mengingat suasana penyembahan yang luar biasa yang membawa mereka kepada pertumbuhan spiritual yang mengubah hidup mereka.
Acara tersebut juga menyediakan kesempatan kepada anggota-anggota paduan suara untuk mempertajam kemampuan musik mereka dan untuk bertemu mahasiswa lain yang juga mencari cara untuk mengekspresikan iman mereka melalui musik gospel.
"Semangat dan kegairahan akan muncul ketika bernyanyi di dalam paduan suara yang besar, sebab Anda melakukannya bersama 100 anggota lainnya. Ini dalah sebuah hal yang benar-benar dinamis," ujar Simon.
Biasanya, sejumlah besar mahasiswa tingkat pertama akan bergabung dengan paduan suara LBC pada musim gugur. Paduan suara ini memiliki grup Facebook yang digunakan untuk mengumumkan jadwal pertemuan mingguan mereka, tetapi sebagian besar anggota baru akan datang ke pertemuan itu setelah menerima undangan pribadi dari teman mereka atau teman sekelas yang berasal dari kota yang sama.
Namun, mahasiswa baru itu akan meninggalkan paduan suara setelah semester pertama. Dengan harapan untuk membangun ikatan, para pemimpin paduan suara selalu berusaha untuk dapat bertemu dan menjadi mentor bagi mahasiswa yang lebih muda di luar jam latihan. Dengan populasi mahasiswa berkulit hitam sebesar 6 persen di MU (Missouri State University), menurut pencatat universitas, para pemimpin paduan suara mengetahui pentingnya dalam menjalin hubungan dalam komunitas kecil mereka.
Para mahasiswa yang lebih tua berinisiatif menemui para mahasiswa yang lebih muda pada waktu makan siang, di lapangan voli, atau dengan bermain video games bersama. Awalnya, topik pembicaraan mereka tidak menyinggung menggenai hal-hal rohani, tetapi ketika relasi itu berkembang, "kami selalu membicarakan hal-hal rohani," kata William.
Murphy kembali ke paduan suara ketika ia menjadi mahasiswa tingkat dua karena ia sudah memiliki relasi dengan kakak-kakak kelasnya di tahun sebelumnya. Ia tahu bahwa mereka dapat menolongnya bertanggung jawab untuk tetap berada dalam komunitas Kristen mereka.
Ketika ia memasuki tingkat ketiga dan keempat pada masa perkuliahannya, ia telah memulai persahabatan yang sama dengan adik-adik kelasnya. Hasilnya, lebih banyak lagi mahasiswa tingkat pertama yang kembali mengikuti latihan paduan suara pada semester ini.
"Paduan suara LBC adalah paduan suara yang terdiri dari individu yang berbakat dengan hati dan jiwa yang indah," ungkap Ebone Moore, seorang mahasiswa tingkat pertama. "Saya mempelajari banyak hal rohani dengan menyanyi bersama mereka, seiring waktu berlalu saya benar-benar merasa semakin dekat dengan mereka, kami seperti sebuah keluarga." (t/yudo)
Diterjemahkan dari:
Judul Asli | : Religion with rhythm: the LBC Gospel Choir |
Nama situs | : www.columbiamissourian.com |
URL | : http://www.columbiamissourian.com/media/multimedia/2009/02/13/media/Archive/story.html |
Penulis | : Madoline Markham |
Tanggal akses | : 17 Oktober 2011 |
- Login to post comments