Home » Kiat Pembina » Mematahkan Cengkeraman Media Sosial pada Remaja
Klik x untuk menutup hasil pencarian. Cari di situs Remaja Kristen
Mematahkan Cengkeraman Media Sosial pada Remaja
Jika buku terbaru The Jesus I Wish I Knew In High School adalah sebuah indikasi, maka keinginan untuk memiliki bergema seperti nada bass yang rendah dan sedih selama masa remaja. Mengingat pengalaman sekolah menengahnya sendiri, pendeta dan penulis Scott Sauls menggambarkan perundungan dua teman sekelas untuk mendapatkan penerimaan dari orang banyak. Penulis Michelle Ami Reyes berhenti membawa makanan India dalam makan siangnya karena, sebagai satu-satunya gadis berkulit cokelat di sekolah menengahnya, hal itu tampaknya memperkuat statusnya sebagai "tidak cocok" dengan "tidak punya teman." Penyanyi-penulis lagu Sandra McCracken ingat mengikuti kerumunan yang lebih keren dan lebih atletis menuruni lereng ski yang paling sulit, yang akibatnya membuat mereka meninggalkannya, sendirian di hutan bersalju dengan kegelapan malam yang segera tiba.
Kita manusia dirancang untuk persekutuan. Bagaimanapun, kita diciptakan menurut gambar Allah Tritunggal. Belajar untuk menjadi bagian dari suatu komunitas selalu sangat sulit bagi remaja, tetapi media sosial (dikombinasikan dengan pandemi) telah menghambat peluang mereka untuk komunitas dan pertumbuhan relasional. Remaja kehilangan keterampilan dan pengalaman penting dan tidak belajar untuk berfungsi sebagai "anggota bagi yang lain" (Rm. 12:5, AYT).
Saat kami mengajar remaja untuk mengelola ketergantungan mereka pada teknologi, pendeta abad ke-19 Thomas Chalmers menawarkan kerangka kerja yang bermanfaat. Dalam khotbahnya The Expulsive Power of a New Affection, Chalmers menyarankan bahwa menemukan kepuasan yang kaya dari kasih Allah menyebabkan "hal-hal di bumi menjadi suram", mengalihkan kesukaan kita dari dunia kepada Allah. Dengan bimbingan, saat mereka bertumbuh dalam kasih sayang dan hubungan dengan Bapa surgawi mereka, remaja juga dapat bertumbuh untuk mengalami persekutuan yang diwujudkan dalam tubuh Kristus yang jauh lebih dalam dan lebih menyenangkan daripada apa pun yang ditawarkan media sosial.
Entah Anda orang tua, pendeta pemuda, sukarelawan pemuda, atau mentor bagi seorang remaja, berikut adalah tiga cara Anda dapat membantu mematahkan cengkeraman media sosial pada remaja yang Anda cintai.
1. Ajarkan remaja untuk mengutamakan komunitas yang benar.
Platform Instagram dan grup Snapchat bukanlah komunitas. Mereka adalah alat komunikasi yang bermanfaat, tetapi mereka tidak dapat mulai meniru kegembiraan atau tantangan kebersamaan fisik. Interaksi tanpa tubuh dari suka dan komentar media sosial gagal untuk benar-benar memuaskan karena kita diciptakan untuk komunikasi tidak hanya dengan kata-kata dan klik, tetapi dengan nada suara, bahasa tubuh, dan sentuhan. Tidak mungkin bekerja, melayani, beribadah, tertawa, atau menangis bersama jika kita tidak bersama secara fisik, sering dan dengan sengaja.
Keluarga perlu pergi ke gereja bersama setiap minggu. Masing-masing dari kita membutuhkan gereja, dan gereja membutuhkan setiap kita. Hanya di gereja -- di bangku gereja, di ruang kelas, di latihan paduan suara, di pertemuan misi -- remaja kita akan mengalami rancangan Allah bagi keluarganya.
Akan tetapi, keanggotaan gereja dalam pengertian alkitabiah juga melampaui tembok gedung gereja. Kita menyiapkan makanan untuk keluarga yang baru memiliki bayi. Kita menyapu halaman duda tua dan menyesap limun di teras bersama dia setelahnya. Kita meminta anak remaja kita yang merasa bosan, untuk membuat kue untuk kelompok kecil kita sebelum kita menyambut kelompok itu ke rumah kita. Yang terpenting, kita berdoa bersama untuk keluarga gereja kita, dimulai dengan para pendeta yang melayani kita dengan setia. Melakukan hidup berdampingan secara literal adalah amanat alkitabiah karena Allah tahu kita perlu memberi dan menerima pelukan dan uluran tangan (Ibr. 10:24-25).
2. Tunjukkan pada remaja kegembiraan komunitas fisik.
Sebagai orang dewasa, kita mendorong remaja untuk terlibat dalam hubungan yang bermakna, baik dengan berpartisipasi dalam komunitas sendiri maupun dengan membuka rumah dan jadwal kita. Adalah satu hal untuk mengirim pesan teks kepada seorang remaja dan memberinya ucapan "semoga sukses" dalam drama musim gugur; tetapi akan menjadi sangat berbeda untuk muncul dan duduk menyaksikan penampilannya. Sekali lagi, teknologi berfungsi sebagai alat relasional, tetapi hubungan itu benar-benar terjadi ketika Anda memeluknya di belakang panggung setelah pertunjukan. Jika Anda tidak bisa berada di sana, tentu saja, kirimlah pesan, tetapi pesan yang Anda kirimkan dengan berada di sana akan dipahaminya dengan tepat: kehadiran itu penting.
Untuk menunjukkan rasa memiliki, mulailah dari yang kecil. Berfokuslah pada membangun dan memperkuat hubungan satu-satu. Dan lakukan dengan cara yang menyenangkan -- ambil kopi, panggang kue, atau lempar bola. Terhubung, lakukan hal yang akan diingat dan berpengaruh dari minat dan pengalaman bersama, jadilah andal, dan tindak lanjuti.
Untuk keluarga dan kelompok remaja, tekankan rasa memiliki yang sudah ada. Bagikan kenangan, kembangkan tradisi, dan nikmati gurauan internal. Berdoa bersama secara teratur dan mengenang batu Ebenezer dalam sejarah bersama Anda dengan Allah (1Sam. 7:12). Undang pendatang baru dengan kehangatan dan kegembiraan yang tulus. Mengembangkan persahabatan akan membangun kepercayaan ketika hubungan menjadi sulit. Kerajaan (Allah) akan diperluas sewaktu kita membagikan kehidupan kita dan Injil bersama-sama.
3. Bantu remaja mengantisipasi dan mengarahkan konflik.
Russell Moore baru-baru ini menulis tentang tekad neneknya untuk membawa dirinya ke gereja setiap kali pintu gereja terbuka. Neneknya itu juga selalu melewatkan pertemuan bisnis bulanan bersama Russell kecil karena neneknya "menginginkannya menjadi seorang Kristen." Moore berkata, "Dia tidak ingin saya melihat suatu jenis sifat kedagingan yang bisa muncul dalam pertemuan bisnis jemaat Baptis."
Moore dan istrinya membuat keputusan yang berbeda dengan putra mereka yang berusia 15 tahun, memilih untuk membawanya ke pertemuan yang kontroversial, di mana anak laki-laki itu akan mendengar ayahnya dikritik. Alih-alih melindunginya sepenuhnya, mereka mengundangnya untuk memproses apa yang dia dengar dan tidak memberinya jawaban yang diformulasikan untuk perilaku tidak kristiani yang dia lihat. Mereka tidak takut membiarkan dia mengalami keburukan komunitas; sebaliknya, mereka menunjukkan kepadanya bagaimana merespons ketika konflik tak terhindarkan datang.
Menyingkirkan gawai dan terlibat dengan orang-orang nyata secara real time bisa lebih berantakan dan lebih menyakitkan dibanding komunikasi digital. Remaja kita harus siap menghadapi konflik, penolakan, frustrasi, dan kesalahpahaman ketika mereka berinteraksi dengan orang lain, termasuk orang Kristen. Bahkan, para murid membuat Yesus sakit hati.
Para remaja baru saja melangkah ke babak pertama dari drama rasa memiliki yang akan mereka jalani seumur hidup. Mari kita ingatkan mereka akan anugerah yang telah mereka terima di dalam Kristus, yang memberi kita keberanian untuk mengambil risiko sakit hati untuk mendapatkan sukacita persekutuan. Pastikan anak remaja kita tahu bahwa pelukan dan ciuman suci (1Ptr. 5:14) mengalahkan XOXO (teks yang biasa dibuat dalam chat untuk melambangkan peluk dan cium - Red.) setiap saat. (t/Jing-Jing)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | The Gospel Coalition |
Alamat situs | : | https://thegospelcoalition.org/article/teens-social-media |
Judul asli artikel | : | Breaking Social Media's Grip on Teens |
Penulis artikel | : | Anna Meade Harris |
- Login to post comments