Home » Pemuda Kristen » Remaja dan Layar Gawai
Klik x untuk menutup hasil pencarian. Cari di situs Remaja Kristen
Remaja dan Layar Gawai
Panduan Orang Tua untuk Penggunaan Teknologi
Mike Andrews, halo dan terima kasih atas undangannya untuk tampil di The Narrative Podcast, dari Center for Christian Virtue, melalui rekaman. Nama saya Tony Reinke, seorang jurnalis nirlaba dan pengajar yang tinggal di Phoenix. Saya berusaha untuk melayani gereja dengan menulis di bidang teknologi dan media selama satu dekade ini. Saya melayani sebagai pengajar senior di desiringGod.org, dan mendapat kehormatan untuk menjadi produser dan pembawa acara podcast John Piper, "Ask Pastor John".
Anda telah mengirimkan tiga pertanyaan yang sangat bagus, dan saya akan membahasnya satu per satu.
Perjalanan Digital
Pertanyaan 1: Apa saja prinsip-prinsip alkitabiah, seperti batasan, disiplin, dll. yang dapat diterapkan dalam penggunaan ponsel pintar, yang harus dicontohkan dan didiskusikan oleh orang tua Kristen kepada anak-anak mereka, sebelum memberikannya kepada mereka?
Teladan orang tua adalah kuncinya. Sebenarnya, ini bukan masalah remaja. Kita tahu bahwa anggota keluarga lain juga mengalaminya. Ada banyak nenek yang terlalu banyak menggunakan Facebook, atau ibu-ibu yang terlalu sering menggunakan Instagram. Nah, jadi pada tahun 2015 saya menyisihkan waktu selama setahun penuh untuk memperbaiki diri dalam menggunakan ponsel pintar. Saya sadar bahwa saya telah menghabiskan terlalu banyak waktu di media sosial. Saya menggunakan waktu saya dengan bodoh, mengarahkan hati dan perhatian saya kepada hal-hal yang bodoh, serta mulai berpikir bahwa media sosial dapat memenuhi kebutuhan saya.
Tentu saja, semua itu tidak dapat. Sebaliknya, media sosial mengalihkan perhatian saya dari apa yang paling penting. Saya menggunakan media sosial sepanjang waktu untuk pelayanan, sebab itu adalah pekerjaan saya. Namun, saya juga menggunakan platform ini secara tidak sehat; memandangnya sebagai berhala yang memberikan rasa aman dan afirmasi. Mungkin Anda juga pernah mengalaminya.
Jadi, saya melakukan beberapa kali detoksifikasi digital pada tahun 2015, dengan cara menjauh dari media sosial. saya juga menghapus aplikasi media sosial, mematikan ponsel pintar saya, dan hal-hal semacam itu. Saya juga menggunakan masa-masa itu untuk mengakui hal-hal yang telah ditunjukkan Tuhan tentang diri saya. Saya menginvestasikan lebih banyak waktu untuk berdoa, membaca Alkitab, dan merenungkan kebenaran Tuhan. Lebih banyak waktu untuk membaca buku-buku yang bagus, waktu bersama keluarga dalam perjalanan yang telah saya rencanakan. Saya memprioritaskan kembali pelayanan di gereja lokal. Dan, saya menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermimpi tentang kemungkinan pelayanan pada masa depan.
Tahun itu menjadi masa introspeksi yang menyakitkan, tetapi perlu. Dan, hal itu membuahkan hasil, salah satunya adalah buku yang saya tulis pada tahun 2017, "12 Ways Your Phone Is Changing You"; buku yang harus dibaca oleh anak-anak remaja sebelum mereka membeli iPhone.
Perhatian yang Berlebihan
Proses pencarian yang jujur ke dalam diri saya sendiri tentang media sosial membawa saya untuk mempertimbangkan lebih jauh aspek kehidupan dalam ekonomi perhatian, pada era media Hollywood. Bagaimana kita dapat berkembang sebagai orang Kristen pada zaman yang penuh tontonan digital yang masif dan menarik di sekeliling kita, dengan setiap gambar dan video yang berteriak-teriak untuk menarik perhatian kita? Bagaimana kita dapat hidup dengan iman dalam budaya yang begitu dominan? Dan, ke mana kita harus berpaling agar hidup kita tidak dibanjiri oleh hal-hal yang viral, digital, fana, dan tidak penting?
Pertanyaan itu membawa saya pada buku yang kedua, sebuah renungan yang saya terbitkan pada tahun 2019, berjudul "Competing Spectacles: Treasuring Christ in the Media Age". Dan kedua buku ini, buku tentang ponsel pintar dan buku tentang pandangan dunia, bekerja bersama sebagai peringatan untuk menunjukkan bias-bias yang terjadi di dunia, dan bagaimana media masa kini mendorong kita ke arah pandangan dunia digital yang mengosongkan hidup kita dari hal-hal yang penting secara kekal.
Ada dilema sosial yang terjadi. Perhatian kita dimonetisasi, dan kita membutuhkan batasan, larangan, serta undang-undang. Namun, ada juga dilema spiritual yang terjadi, yaitu bahwa ponsel pintar kita seolah-olah memberikan hal-hal yang paling kita inginkan. Inilah yang perlu diketahui oleh anak-anak kita (bahkan, apa yang kita semua perlu ketahui), kita bukanlah korban dari ponsel pintar kita.
Ponsel kita, platform media sosial kita, hanya memberikan apa yang paling kita inginkan. Kita memiliki kesukaan dan keinginan yang salah arah. Dan, keinginan yang salah arah itu dipadatkan ke dalam algoritma media sosial yang memberi makan keinginan itu lebih dan lebih lagi. Algoritma tidak memberi tahu Anda apa yang Anda inginkan. Algoritma memberi Anda apa yang paling Anda inginkan. Algoritma yang disesuaikan pada dasarnya adalah penguraian digital dari apa yang paling kita inginkan.
Keinginan yang Dikaburkan
Cara lain untuk mengatakannya adalah layar smartphone kita adalah cermin hitam yang memantulkan kembali ke mata kita apa yang paling diinginkan oleh hati kita secara visual. Jika isi hati kita yang sebenarnya adalah narsisme, itulah yang akan Anda temukan di dunia maya -- Anda akan mencari hal-hal yang mendukung citra diri Anda. Jika hati Anda menyimpan rasa jijik terhadap orang-orang tertentu, apa yang Anda lihat di media sosial akan semakin mengobarkan rasa jijik tersebut. Jika hati Anda didorong oleh hasrat seksual yang tak terpuaskan, pornografi akan menjadi hal yang Anda lihat di layar. Ponsel mengungkapkan apa yang paling diinginkan oleh hati Anda.
Anda bisa mengatakan pada diri sendiri bahwa Anda adalah orang yang baik, bermoral, dan tidak pernah menyakiti orang lain. Namun, ada mimpi buruk yang terbangun di depan kita ketika melihat ke layar ponsel pintar, dan kita menatap langsung ke dalam keinginan hati kita sendiri. Itu ada di sana, di layar kita. Dan jika Roh Kudus sedang bekerja dalam hidup Anda, pada suatu saat, jauh di lubuk hati Anda, pengungkapan ini akan membuat Anda bertekuk lutut. Dan, Anda tidak akan mendengar hal ini dalam kritik budaya. Kita bukan hanya korban dari para penipu di Silicon Valley; kita adalah orang-orang berdosa yang dipimpin oleh keinginan dan dorongan di dalam diri kita yang harus disalibkan.
Jadi, kita terus memberitakan interogasi retoris dari Yesaya 55:2 dan menerapkannya ke dalam hati dan layar kaca kita: 'Mengapa kamu mencurahkan perhatianmu pada apa yang bukan roti, dan menatap layar kaca untuk sesuatu yang tidak akan pernah memuaskanmu?' Itulah dilema rohani yang kita hadapi; ibu, ayah, remaja. Kita dapat mencontohkan hal ini di rumah kita.
Kebijaksanaan Bertemu dengan Rasa Syukur
Apa yang saya sadari setelah masa pemangkasan yang menyakitkan ini adalah bahwa seluruh pandangan saya tentang teknologi berubah menjadi semakin dewasa dan semakin dalam. Untuk waktu yang lama saya telah menjadi pengadopsi awal gadget, sebagian besar dengan cara yang naif. Pada akhir proses ini, saya mendapati diri saya tidak terlalu naif tentang teknologi, bahkan lebih sadar akan bias yang dimilikinya. Namun, pada saat yang bersamaan, saya juga menjadi lebih sadar akan kemurahan hati Tuhan dalam teknologi yang menghiasi kehidupan saya sehari-hari.
Hal ini menghasilkan perenungan saya akan kemurahan hati Tuhan dalam semua ilmu pengetahuan, pengobatan, komputer, ponsel pintar, mobil, dan rumah pintar yang kami nikmati; teknologi yang menghiasi hidup saya setiap hari. Saya berhati-hati dengan alat-alat yang kami miliki, dan saya juga sangat kagum bahwa saya bisa hidup pada zaman ini, dan bukan seratus, atau dua ratus tahun yang lalu.
Rasa terima kasih saya untuk semua teknologi saya memuncak dalam buku ketiga: "God, Technology, and the Christian Life". Buku ini merupakan puncak dari proses selama satu dekade, dari melihat dosa saya yang terungkap akibat penyalahgunaan ponsel pintar, hingga sekarang melihat kemuliaan Tuhan dan kemurahan hati-Nya dalam ponsel pintar saya.
Bahaya dan Peluang Teknologi
Pertanyaan 2: Ponsel pintar telah ada selama hampir dua dekade. Apakah bahaya-bahaya, terutama yang bersifat rohani, yang berkaitan dengan penggunaan ponsel pintar dan teknologi yang tidak disadari oleh orang-orang Kristen, atau mungkin tidak dilawan secara aktif seperti yang seharusnya kita lakukan?
Dalam buku "12 Ways Your Phone Is Changing You", saya pikir kedua belas cara tersebut masih kurang dihargai. Banyak yang dipertaruhkan. Saya rasa, kita masih belajar cara menyeimbangkan alat digital kita dan mengintegrasikannya ke dalam perkembangan kita, bukan menghancurkan diri kita sendiri. Itulah kehidupan sebagai pembuat dan pengguna teknologi. Kita membuat alat, kita mengadopsi alat, kemudian kita menghabiskan waktu bertahun-tahun dan puluhan tahun untuk mencoba mengadaptasikan alat tersebut dengan perkembangan kita. Itulah proses yang sedang kita jalani saat ini.
Empat Tahapan untuk Berkembang
Inilah yang saya temukan selama satu dekade menulis tentang teknologi dan media. Percakapan teknologi harus berkembang dalam empat tahap, dan tahap-tahap tersebut semakin sulit (dan semakin jarang) saat Anda menaiki tangga. Inilah cara saya menjelaskannya.
Tahap 1
Kita mengidentifikasi masalah teknologi secara eksternal. Ini adalah pandangan tentang teknologi ketika kita menyimpulkan, "Aplikasi ini membuat saya melakukannya." Ini adalah film dokumenter The Social Dilemma di Netflix. "Algoritma membuat saya melakukannya. Teknologi besar menghancurkan hidup kita." Kita mengeksternalisasi dosa, menyerahkannya pada peraturan dan undang-undang.
Hal ini tidak sepenuhnya salah, karena perusahaan teknologi besar memang memasukkan bias kode ke dalam algoritma, aplikasi, dan gadget mereka. Memang benar. Tidak diragukan lagi. Namun, keprihatinan kita tidak lengkap jika hanya sebatas itu. Dan saya pikir itu adalah tingkat yang pernah dicapai oleh kebanyakan orang Kristen. Jadi, jika Anda berpikir bahwa kekudusan adalah tentang tidak memiliki ponsel pintar, Anda akan terkejut. Karena itu, kita perlu melangkah lebih jauh.
tahap 2
Kita mengidentifikasi masalah teknologi secara internal. Sadar akan adanya bias dalam teknologi (bias yang nyata dalam bagaimana aplikasi dan platform kita dibuat, tentu saja - yang harus kita sadari), selanjutnya saya harus sadar akan kecenderungan dosa yang ada di dalam diri saya. Karena bias teknologi (di luar diri saya) mendorong dan menarik kecenderungan dosa yang ada di dalam hati saya sendiri yang harus ditangani.
Sekali lagi, itulah mengapa saya menulis "12 Ways Your Phone Is Changing You" dan "Competing Spectacles". Media sosial, ponsel pintar, ekonomi perhatian -- dalam kondisi terburuk, semuanya menarik sesuatu yang menyeramkan dari dalam diri saya. Jadi apakah itu? Dosa dalam diri saya harus diatasi. Itulah tahap ke-2, mengidentifikasi masalah teknologi secara internal, bukan hanya secara eksternal.
Tahap 3
Kita menyuarakan rasa syukur kepada Tuhan atas teknologi kita. Bias-bias yang diakui (pada tahap 1), pola-pola dosa yang diidentifikasi dan diakui serta ditangani (pada tahap 2), sekarang mata saya mulai terbuka untuk melihat kemurahan hati dan kecemerlangan Sang Pencipta dalam puluhan ribu inovasi yang saya gunakan setiap hari. Saya melihat kemurahan hati Tuhan dalam semua itu. Saya melihat kemurahan hati-Nya dalam semua hal yang saya gunakan saat ini untuk merekam suara saya untuk Anda di studio dan untuk Anda dengar nanti. Semua itu adalah anugerah ilahi.
"Kristus yang disalibkan adalah engsel sejarah, ketika semua tontonan manusia bertemu dengan satu tontonan ilahi yang tak tertandingi, kosmik, dan ilahi."
Saya bercita-cita untuk membantu anak-anak saya melihat hal ini, dengan kuasa Roh Kudus. Silicon Valley bukan hanya manusia yang melakukan hal-hal manusiawi. Alat-alat ini adalah karunia dari Tuhan untuk dikelola bagi kemuliaan-Nya. Jika Anda melewatkan tahap ini, Anda tidak memiliki dasar untuk penatalayanan. Seluruh bisnis teknologi beroperasi dalam ranah kefasikan dan bersifat nonfaktor.
Hal ini sangat besar, dan membutuhkan sebuah buku tersendiri, yang saya tulis dengan judul " God, Technology, and the Christian Life". Ketika Allah mempersiapkan umat-Nya untuk memasuki Tanah Perjanjian yang berlimpah susu dan madunya, Dia juga mempersiapkan mereka untuk memasuki tanah besi dan tembaga.
Allah juga memperingatkan mereka: Ketika Anda membuat masyarakat teknologi yang kaya dan nyaman, dan jika Anda gagal memuliakan Allah atas segala kemurahan hati-Nya dalam segala sesuatu yang Anda buat, Anda adalah penyembah berhala. Untuk alasan apa pun, umat Allah menjadi picik dan buta akan kemurahan hati Allah ketika mereka menyembah benda-benda logam mengkilap yang mereka buat. Itulah kisah dalam Ulangan 8:9-20.
Jadi, ketika kita menambang litium, dan aluminium, besi, silikon, kobalt, nikel dari tanah -- dan kita menyempurnakan elemen-elemen tersebut menjadi iPhone baru, iPhone tersebut adalah hadiah dari Sang Pencipta yang Dia sematkan dalam ciptaan-Nya, yang sekarang mendorong kita untuk memuji-nya. Kebanyakan orang Kristen tidak demikian. Ketika kebanyakan orang Kristen berpikir tentang iPhone, Tuhan tidak relevan. Dan anak-anak kita dapat menangkap hal itu dengan cepat. Akan tetapi, mengapa tahap ketiga ini penting? Itu karena, pada akhirnya ...
Tahap 4
Kita dipanggil untuk menghidupi penatalayanan teknologi kita. Sadar akan bias-bias dalam teknologi (langkah 1), sadar akan kecenderungan dosa di dalam diri saya (langkah 2), dan sekarang melihat kemurahan hati Tuhan dalam karunia-karunia material dalam ciptaan-Nya (langkah 3), teknologi dalam hidup saya sekarang dapat sesuai dengan panggilan saya, dan menginformasikan bagaimana saya menggunakan teknologi serta menjadi orang tua yang mencontohkan penggunaan teknologi di rumah.
Ini adalah bagian tersulit dalam percakapan teknologi. Kita dipanggil untuk mengasihi Allah dengan segala yang ada pada diri kita dan mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri. Karunia teknologi kita dapat menolong kita untuk melakukannya. Saya telah mendedikasikan hidup saya untuk pelayanan online karena alasan ini. Saya ingin menggunakan karunia teknologi saya untuk mengasihi orang lain. Saya percaya bahwa listrik, pengkodean data, era digital, chip komputer, ponsel pintar, laptop, dan internet adalah ide Tuhan, yang melekat dalam ciptaan yang Dia berikan kepada kita untuk dikembangkan.
Terobsesi dengan 'Tidak'
Namun sekali lagi, kita cenderung terjebak pada tahap 1. Dan ini adalah bahaya rohani yang hampir tidak dihargai oleh orang Kristen -- "algoritma membuat saya melakukannya." Maka pengasuhan kita, misalnya, terdengar sangat mirip dengan, "Tidak, kamu tidak boleh memiliki gadget itu!" "Tidak, kamu tidak boleh menggunakan aplikasi itu!" "Tidak, kamu tidak boleh melakukan hal itu, lihat itu, online!" Tidak, tidak, tidak. Tidak pernah sampai pada jawaban "Ya dan amin" dari penatalayanan, dari visi hidup untuk memuliakan Allah dan melayani sesama. Tahap keempat ini memiliki implikasi yang sangat besar bagi para pendeta dan orang tua, dan bagi siapa saja yang mencoba untuk memahami etika teknologi.
Namun, sekali lagi, sangat sulit untuk mencapainya, karena etika teknologi kita benar-benar tertinggal. Kita memilih untuk tidak peduli dengan teknologi dan tetap berada di sana. Lebih mudah untuk menetap di tahap-1 atau mungkin di etika tahap-2 dan tidak pernah bergerak ke tahap-3 rasa syukur, atau tahap-4 penatalayanan. Bahkan, saya berani mengatakan bahwa kebanyakan orang Kristen berhenti di tahap 1 ("aplikasi membuat saya melakukannya") dan bahkan tidak pernah masuk ke tahap 2 (melakukan pembenahan hati yang sulit).
Jadi, ketika sampai pada tahap 3 dan 4, saya berharap orang-orang Kristen akan mempelajari hal ini selama bertahun-tahun dan puluhan tahun ke depan. Ini bukanlah sesuatu yang dapat Anda tambahkan dengan cepat. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mempelajari dan menerapkan hal-hal ini ke dalam kehidupan kita. Namun tanpa dasar penatalayanan tersebut, kita akan tersesat dan tidak memiliki jalan ke depan selain menganggap zaman teknologi sebagai zaman Babel dan tidak bertuhan. Kita hanya bisa mencela teknologi, saat kita memegang iPhone di tangan kita. Anak-anak kita menangkap ketidakjujuran itu dengan cepat.
Ponsel Kita, Hati Kita, Injil Kita
Pertanyaan 3: Apa saja pertanyaan diagnostik atau praktik-praktik yang harus diajukan oleh orang tua atau remaja Kristen secara teratur untuk menjaga penggunaan ponsel pintar dalam batas-batas yang sehat dan sesuai? Dan jika Anda tidak keberatan, saya sedikit mencontek dan mengajukan pertanyaan sisi lain dari pertanyaan ini juga -- bagaimana kita dapat menerapkan Injil dalam kehidupan kita sendiri, atau mengkhotbahkannya kepada anak-anak kita, ketika penggunaan ponsel pintar kita melenceng dari batas-batas yang sehat dan sesuai?
Secara praktis, ada banyak hal yang bisa kita lakukan. Kontrak iPhone berguna untuk menetapkan ekspektasi bagi anak remaja. Misalnya, semua perangkat yang di-charge pada malam hari harus berada di kamar Ayah dan Ibu atau di tempat yang netral, jangan ada perangkat digital yang digunakan semalaman di kamar remaja, dan semua perangkat harus offline pada hari Minggu. Hal-hal seperti itu sangat membantu, tetapi tidak ada yang khas Kristen. Kita menjadi Kristen ketika kita mengajukan pertanyaan-pertanyaan diagnostik yang tepat. Itulah pendekatan yang tepat. Berikut adalah delapan pertanyaan yang dapat Anda gunakan untuk diri Anda sendiri, dan juga untuk anak remaja Anda:
- Ada berapa banyak media yang saya gunakan untuk melarikan diri? Dan, apa yang sedang saya hindari?
- Apakah waktu di depan layar membuat saya lebih terisi ulang atau lebih terkuras?
- Apakah diet media saya memperkaya relasi saya dengan Kristus, atau justru mengikisnya?
- Seberapa konsistenkah kehidupan renungan pribadi saya?
- Seperti apakah kehidupan doa saya?
- Apakah persekutuan saya dengan Allah terasa menjemukan dan membosankan? Ataukah persekutuan itu hidup?
- Bagaimana khotbah dan lagu-lagu yang berpusat pada Kristus memengaruhi saya? Dan apakah yang dikatakannya tentang bagaimana saya melindungi hati saya untuk beribadah pada hari Minggu?
- Apakah keinginan digital saya melayani tugas-tugas yang diberikan Tuhan, atau justru mengalihkan perhatian saya dari tugas-tugas tersebut?
Mata yang Tak Pernah Puas
Delapan pertanyaan tersebut memotong ke inti masalah dalam "zaman media tontonan", sebagaimana yang telah disebutkan. Alkitab mengatakan, "Dunia orang mati dan kebinasaan tidak akan pernah puas; begitu juga, mata manusia tidak akan pernah puas" (Amsal 27:20, AYT). Kuburan tidak pernah penuh dengan peti mati karena dunia orang mati adalah mulut yang selalu terbuka, ia selalu memakan -- siang dan malam. Begitu juga dengan mata kita. Seperti kuburan, mata kita tidak pernah puas -- selalu menjelajah, tidak pernah puas dengan apa pun di dunia ini. Mata yang telah jatuh dalam dosa berusaha mengonsumsi kematian tanpa henti.
"Apakah selalu menjadi kehendak Tuhan untuk menyembuhkan semua orang selama hidup mereka di bumi?"
Jadi saya menyukai tekad dalam Mazmur 101:3: "Aku takkan menaruh perkara tak berharga di hadapan mataku."(AYT) Pada apa pun yang tidak akan menguntungkan jiwa saya, saya tidak akan memfokuskan mata saya. Itu luar biasa. Kemudian pemazmur menggemakan tantangan yang sama, tetapi dalam bentuk doa yang putus asa, dalam Mazmur 119:37. Di sana dia berdoa, "[Tuhan,] belokkan mataku dari melihat kepada kesia-siaan, dan pertahankan hidupku di jalan-jalan-Mu." (AYT) Dan begitulah cara kerja resolusi. Tidak perlu waktu lama sebelum kita berseru dengan putus asa kepada Tuhan untuk mewujudkan tekad kita!
Artinya, musuh besar kita bukanlah para penggoda dari luar atau para pembuat tontonan. Musuh terbesar kita adalah nafsu mata kita sendiri yang tak pernah terpuaskan, yaitu kematian. Sekali lagi, hal ini sangat menakutkan. Karena itu, dalam Bilangan 15:39, Tuhan memerintahkan Musa untuk mengatakan kepada bangsa Israel untuk mengikuti kehendak Tuhan dalam firman-Nya dan tidak "mengikuti kehendak hati dan matamu sendiri." (AYT) Jika Anda memenuhi mata Anda dengan tontonan dunia ini, Anda akan menjadi tuli terhadap suara Allah (Bilangan 15:39).
Maka ketika pemazmur berseru kepada Tuhan dalam Mazmur 119:37, "belokkan mataku dari melihat kepada kesia-siaan, dan pertahankan hidupku di jalan-jalan-Mu," (AYT) dia sedang mengatakan bahwa kepenuhan hidup bukanlah kepenuhan mata. Dan itulah persaingan yang kita rasakan, karena kita dapat memenuhi mata kita dengan tontonan yang tak ada habisnya ke segala arah, dan pada akhirnya itu adalah memakan kematian, memakan apa yang tidak dapat memberikan kehidupan.
Satu Tontonan yang Hebat dan Memuaskan
Jadi, bagaimana Injil bisa masuk ke sini? Hal ini benar-benar besar. Saya sangat senang Anda bertanya. Karena ke dalam dunia yang menyukai tontonan, dengan semua pembuat tontonan dan industri pembuatan tontonan, datanglah tontonan termegah yang pernah dirancang dalam pikiran Allah dan diwujudkan dalam sejarah dunia -- salib Kristus.
Kristus yang disalibkan adalah engsel sejarah, titik kontak antara SM dan Masehi, titik semua waktu bertabrakan, ketika semua tontonan manusia bertemu dengan satu tontonan ilahi yang tak tertandingi, kosmik, dan ilahi. Sejak saat itu, Allah menghendaki agar semua pandangan manusia berpusat pada momen klimaks ini. Di kayu salib, Allah berkata kepada kita, "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, yang disalibkan bagimu, sebuah Tontonan untuk merebut hatimu selamanya!"
Dalam catatannya tentang salib, Lukas mengatakan kepada kita dalam Lukas 23:48 bahwa penyaliban merupakan tontonan fisik yang dapat dilihat oleh orang banyak. Namun, salib bukan sekadar tontonan fisik bagi mata. Kemuliaannya yang lebih besar adalah sebagai tontonan bagi telinga iman. Jadi dalam Kolose 2:15, Paulus mengatakan bahwa apa yang tidak dapat Anda lihat dengan mata kepala Anda adalah tontonan rohani tentang kemenangan yang dilambangkannya -- kemenangan atas segala dosa dan kejahatan, bahkan atas kejahatan yang ada di dalam diri kita.
Salib itu sangat besar, begitu besar, sehingga dalam Galatia 3:1 Paulus mengatakan bahwa pemberitaan tentang salib adalah perayaan ulang dari pemandangan salib, seolah-olah salib itu digambarkan di papan iklan kota yang terkenal. Itulah yang dimaksud dengan "memberitakan Kristus". Di mimbar-mimbar di seluruh dunia, setiap minggu, Allah berkata kepada kita berulang kali, "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, yang disalibkan bagimu, sebuah tontonan untuk merebut hatimu selamanya!" Khotbah menyatakan hal itu berulang kali.
Pengguna Teknologi yang Digerakkan oleh Iman
Jadi dengan rancangan ilahi, orang Kristen adalah pro-tontonan, dan kita memberikan seluruh hidup kita kepada tontonan yang agung ini, yang secara historis telah berlalu dan saat ini tidak terlihat. Tontonan yang mendorong di pusat kehidupan Kristen adalah tontonan yang tidak terlihat. Hanya dengan iman kita dapat melihatnya. Aku telah disalibkan bagi dunia, dan dunia telah disalibkan bagiku, seperti yang dikatakan oleh rasul Paulus (Galatia 6:14). Tanggapan kita terhadap tontonan utama salib Kristus mendefinisikan kita.
Kristus mati untuk dosa-dosa pelarian saya, untuk penghinaan saya terhadap orang lain, untuk hawa nafsu saya, untuk kesia-siaan saya, untuk memenuhi mata saya dengan hal-hal yang tidak berharga. Kristus mati untuk keinginan-keinginan jahat dan dosa-dosa hati saya yang termanifestasi di layar kaca. Dia datang dan mati sebagai tontonan bagi alam semesta untuk mengampuni kesalahan saya dan kemudian membebaskan saya dari kuasa dosa-dosa saya.
Bukan berarti kita para orang tua adalah pengguna iPhone dan teknologi yang sempurna. Kita tidak sempurna. Dan ketika kita gagal di sini, ketika media digital mengambil terlalu banyak perhatian kita, ketika kita terganggu oleh hal-hal yang tidak berharga, keluarga kita akan mengetahuinya. Dan kita dapat secara terbuka mengakui kebutuhan kita akan Kristus untuk mengampuni saya -- seorang Ayah -- saat saya mendemonstrasikan keindahan salib di hadapan pasangan dan anak-anak remaja saya sekali lagi.
Nah, saya membutuhkan waktu sekitar satu dekade untuk menyatukan keempat tahap tersebut. Ini rumit. Namun saya berharap hal ini dapat membantu orang Kristen, pendeta, serta orang tua dan remaja lainnya untuk melihat jalan ke depan pada era teknologi ini. Saya berterima kasih atas kesempatan untuk berbagi apa yang telah saya pelajari. Terima kasih telah bertanya. (t/Jing-jing)
Diambil dari: | ||
Nama situs | : | Desiring God |
Alamat artikel | : | https://www.desiringgod.org/interviews/teens-and-screens |
Judul asli artikel | : | Teens and Screens |
Penulis artikel | : | Tony Reinke |
- Login to post comments