Sering kali, ketika mendengar kata "komik" banyak orang akan beranggapan bahwa itu adalah sesuatu yang ringan, yang fun, yang remeh, atau hanya diperuntukkan untuk anak-anak saja. Benarkah? Kita akan menjawab pertanyaan ini dan sama-sama melihat sepak terjang dari tim Kingstone Indonesia yang menerjemahkan komik ini serta mengemasnya bagi audiens Indonesia. Selain itu, mari mengenal 10 hukum komik Alkitab serta komunitas komik untuk anak-anak dan pemuda Kristen yang mencintai komik.

Artikel ini akan terbagi menjadi empat bagian. Di bagian pertama artikel ini, kita akan membahas tentang starting point dari seluruh pembahasan kita, yaitu pertanyaan "Quo vadis?", kemana kita akan pergi? Karena kita harus tahu, kita dari mana, di mana kita sekarang ini, dan akan ke mana kita nantinya. Kita juga akan membahas tentang generasi-generasi digital dalam gereja dan tentang tujuan kita, apakah kita akan menuju status quo yang baru atau bagaimana. Di akhir artikel ini, kita akan melihat apa yang akan terjadi selanjutnya dengan gereja kita.

Di Manakah Kita?

Untuk memulai perjalanan kita, mari kita lihat Matius 3:1-2 yang berbicara tentang seorang nabi yang datang sebelum Kristus, dan sang nabi ini menyerukan sebuah kata, tidak hanya kepada orang-orang tua tetapi juga kepada anak-anak muda. Dan kata itu adalah, "Bertobatlah!".

Penemuan televisi adalah karya dari banyak individu pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Berikut ini adalah perkembangan televisi:

1. Awal pembentukan: televisi menggunakan gabungan teknologi optik mekanik dan elektronik untuk merekam, menampilkan, dan menyiarkan gambar visual.
2. Pada 1885, Paul Gottlieb Nipkow, seorang Jerman: mematenkan sistem televisi elektromekanik yang menggunakan cakram Nipkow, sebuah cakram berputar dengan serangkaian lubang yang disusun secara spiral ke pusat cakram yang digunakan dalam proses perasteran. Sayangnya alat ini tidak dapat dipraktikkan hingga ditemukan tabung penguat.
3. Pada 1907, Boris Rosing, seorang ilmuwan Rusia: menemukan tabung sinar katode pada perangkat penerima sistem televisi eksperimental. Namun, alat ini belum dapat merekam gambar bergerak karena kepekaan detektor selenium yang rendah.
4. Pada 1925, John Logie Baird, penemu Skoltandia: mengetahui cara memancarkan gambar bayang-bayang bergerak.
5. Pada 1926, John Logie Baird: mampu membuat gambar bergerak monokrom.

Selain orang-orang yang saling terhubung ke jejaring internet, keniscayaan lain dalam masyarakat informasi adalah keterhubungan rupa-rupa perkakas ke jaringan internet dalam konsep "Internet of Things" (IoT).

Mesin yang mencetak secara otomatis setiap hasil jepretan setelah diunggah ke media sosial dengan tagar tertentu, alat pemberi pakan otomatis dengan sensor pengukur nafsu makan ikan dan udang di kolam atau tambak, taman kota yang bisa merawat diri sendiri serta "merayu" pengunjung untuk datang.

Itulah sejumlah karya dari 13 produk yang dipamerkan dalam ajang Bandung IoT Developer Ep 2 & IoT Products Expo yang diselenggarakan di Dicoding Space Bandung, Jawa Barat, Sabtu (6/2). Belasan produk tersebut terbagi dalam tiga kategori, yakni tahan awal (early stage), prototipe, dan siap dipasarkan.

Aplikasi ini mendadak ngehits di berbagai belahan dunia. Dubsmash, aplikasi untuk mengekspresikan diri lewat video selfie ini berhasil menyihir semua kalangan untuk bikin video selfie kocak. Dilansir theweek.co.uk, belum lama ini, aplikasi lipsync ini memungkinkan pengguna smartphone mereka ulang adegan dalam film atau menciptakan video musik yang sudah di-dubbing ulang. Menggunakan Dubsmash terbilang super simpel. Itu sebabnya aplikasi ini degan segera meraih popularitas tinggi sejak dirilis November 2014 lalu. Dubsmash adalah aplikasi hasil karya tiga orang Jerman, Jonas Druppel, Roland Grenke, dan Daniel Taschik. Untuk membuat video Dubsmash, tinggal mengunduh aplikasinya lewat Playstore untuk pengguna android dan iTunes buat pengguna iPhone. Rekaman audio ini termasuk berbagai rekaman suara dari film atau serial televisi pipuler. Selain itu ada pua klip dari musik-musik hits hingga pertunjukan opera. Selanjutnya hasil video bisa diunggah di jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, maupun Instagram.

Sumber: Solopos, Rabu, 12 Agustus 2015, hal: 7