Home » Pengetahuan Umum » Pendidikan Seks dalam Keluarga
Klik x untuk menutup hasil pencarian. Cari di situs Remaja Kristen
Pendidikan Seks dalam Keluarga
Seks sebetulnya adalah hal yang paling banyak memenuhi pikiran anak-anak remaja. Namun, hal ini justru enggan untuk dibicarakan.
Pendidikan seks bukanlah suatu pendidikan formal. Kita mengajarkan tentang seks kepada anak-anak kita secara berkelanjutan, bertahap, dan informal. Di sini, seks tidak hanya mencakup yang berkaitan dengan moralitas meskipun itu adalah bagian yang penting yang harus kita bicarakan kepada anak kita. Akan tetapi, orang tua juga perlu membicarakan aspek fisik atau aspek seksual dari seks itu sehingga anak-anak mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan seks itu dan tentang kapan seks itu boleh dinikmati, dan siapa yang boleh menikmatinya.
Bagi remaja, hal seksual bukan saja menjadi hal yang bersifat kognitif, bersifat rasional yang harus dia ketahui, melainkan hal itu benar-benar mulai memengaruhi kehidupan dia secara menyeluruh. Dan, keinginan-keinginan untuk dekat dengan seseorang secara fisik itu mulai ada pada anak-anak remaja. Jadi, kita, sebagai orang tua, harus secara proaktif mengambil inisiatif.
Mengapa kita perlu mengajarkan seks secara keseluruhan di rumah? Sebab, seks bukan saja perkara fisik atau anatomis, melainkan seks menyangkut emosi, menyangkut yang terutama kerohanian. Sebab, seks adalah salah satu perbuatan fisik yang disoroti Tuhan dan diatur oleh Tuhan secara langsung, maksudnya diikat oleh kaidah rohani.
Dunia cenderung mengajarkan bahwa seks adalah sebatas masalah fisik, pemuasan kebutuhan fisik, dan kalaupun dikaitkan dengan yang lebih bersifat rohani, dunia cenderung memberikan gambaran bahwa:
- Seks adalah untuk orang yang saling menyukai, saling mencintai. Dengan kata lain, seks itu makin hari makin dilepaskan dari beberapa cengkeraman yang seharusnya mengatur dan melindungi seks ini, yaitu seks makin hari makin dilepaskan dari lembaga pernikahan.
- Seks makin hari makin dilepaskan dari lembaga komitmen.
Peran terbesar orang tua adalah menekankan bahwa seks bukanlah semata-mata masalah kebutuhan fisik atau masalah saling mencintai. Jauh lebih agung dan lebih berat dari itu adalah masalah komitmen, masalah institusi pernikahan yang diakui masyarakat, dan yang paling penting adalah bahwa itu diatur oleh Tuhan sendiri. Sewaktu tidak dilaksanakan sesuai dengan kehendak Tuhan, hal itu menjadi dosa.
Dampak jika orang tua tidak mengajarkan pendidikan seks kepada anak adalah anak akan mendapatkan informasi dari teman-temannya, dari buku, dari film, dan kemungkinan besar, mereka tidak mendapatkan gambar menyeluruh mengenai seks itu. Dan, seks hanya ditekankan pada sesuatu yang nikmat belaka. Tidak ada lagi bobot moral, bobot pernikahan, dan komitmen di dalamnya.
Dalam 1 Korintus 6:18 dikatakan, "Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Akan tetapi, orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri." Di sini, Tuhan memberikan satu pembedaan antara dosa yang dilakukan di dalam diri dan di luar diri. Ternyata, percabulan, yaitu hubungan seksual di luar nikah, adalah dosa yang menyangkut diri kita sendiri. Kita berdosa terhadap tubuh kita. Mengapa? Karena tubuh kita adalah Bait Allah, tempat kediaman Allah, tempat kediaman Roh Kudus. Sewaktu kita mencabulkan diri, kita mencabulkan tubuh Allah. Dalam 1 Korintus 6:20 dikatakan, "Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" Jadi, kita mendapatkan mandat dari Tuhan: tubuh ini tidak dipakai untuk hal-hal yang cabul.
Diambil dari: | ||
Nama situs | : | Telaga |
Alamat situs | : | http://www.telaga.org/berita_telaga/pendidikan_seks_dalam_keluarga |
Judul artikel | : | Pendidikan Seks dalam Keluarga |
Penulis artikel | : | Pdt. Paul Gunadi |
Tanggal akses | : | 26 Maret 2018 |
- Login to post comments