Klik x untuk menutup hasil pencarian. Cari di situs Remaja Kristen
Dapatkah Kedewasaan Rohani Dimiliki Seorang Muda?
Banyak rumusan tentang kedewasaan rohani. Mungkin ada yang berpendapat bahwa kedewasaan rohani dicapai manakala seorang tidak lagi jatuh frustrasi, bisa menjaga kerohaniannya sehingga tidak jatuh dalam dosa, dan seterusnya. Namun, apakah sebenarnya hakikat kedewasaan rohani itu?
Usia muda yaitu remaja dan pemuda disepakati oleh para ahli jiwa sebagai masa krisis identitas di mana pribadi seseorang labil atau bingung mencari jati dirinya. Seiring dengan perkembangan pikiran, masa ini ditandai pula dengan mulai digunakannya mekanisme pertahanan ego. Misalnya tipu muslihat untuk sekedar bergurau, membual demi tertutupnya rasa iri, membantah kesalahan dengan alasan rasional, dan sebagainya. Demikian juga mulai tumbuhnya sense of bilonging dalam berkelompok. Demi kekompakan dengan teman sebaya, mereka sanggup berbuat apa saja bahkan mungkin hal-hal yang bertentangan dengan prinsip dan suara hati sekalipun. Tidak heran bila pada usia ini banyak yang terjebak dalam aksi ikut-ikutan.
Hal-hal di atas cukup berpengaruh besar dalam kehidupan rohani, pengambilan keputusan atau komitmen dengan Tuhan, pelayanan, serta kegiatan rohani lainnya adakalanya hanya dinilai sebagai cermin keadaan pancaroba dalam usia muda.
"Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang yang dewasa, yang memiliki panca indra yang terlatih untuk membedakan yang baik daripada yang jahat" (Ibrani 5:14).
Kesan yang timbul dari ayat di atas adalah bahwa kedewasaan rohani adalah suatu kondisi yang mantap, baik dan tangguh. Terkesan pula kepekaan yang dalam sehingga kemungkinan tidak pernah terjatuh, bertanggung jawab, serta memiliki kehidupan pribadi yang tekun, taat dan setia. Juga memiliki kesempurnaan dalam pelayanan.
Mungkinkah seorang muda yang memiliki kondisi mental yang mudah mencoba dan berubah itu memiliki kedewasaan rohani seperti terkesan di atas?
Sebuah Perjalanan Tanpa Henti
Ibrani 13:5, berkata: "Sebab barang siapa masih memerlukan susu, ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil". Lebih jelas lagi dalam terjemahan FAYH "Orang yang masih hidup dari susu, belum maju dalam hidup kekristenannya dan tak tahu banyak tentang perbedaan antara yang benar dan yang salah, ia orang Kristen yang masih bayi!"
Dari dua versi ayat ini jelas bahwa harus ada pertumbuhan dalam kehidupan rohani kita. Bukan berarti Allah tidak berkenan pada anak-anak-Nya yang masih bayi atau kecil secara rohani, fase ini memang harus ada sebagaimana Dia menghendaki adanya kelahiran baru (percakapan Yesus dengan Nikodemus). Namun, maksud-Nya dengan kelahiran baru, bukanlah Kerajaan Allah hendak dipenuhi dengan bayi-bayi yang sekedar bersih dari noda dan dosa. Dia menghendaki laskar Kristen yang tangguh, bukan pasukan bayi yang suka rewel dan menangis. Maksud Allah melahirkan kita kembali oleh Roh-Nya adalah untuk suatu pertumbuhan!
"Tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya yang besar terhadap kita dengan mengutus Kristus supaya mati untuk kita pada waktu kita masih hidup dalam dosa. Dan semua ini dilakukan-Nya untuk kita dengan darah-Nya, ketika kita masih dalam dosa. Karena itu betapa banyak lagi yang akan dilakukan-Nya untuk kita, sesudah kita dinyatakan tidak bersalah (Roma 5:9-8, FAYH).
Kesempurnaan atau kematangan rohani bukan suatu kejadian yang tiba-tiba. Mari kita lihat beberapa contoh bahwa kehidupan seorang Kristen adalah sebuah proses perjalanan.
1. Gembala yang Menjadi Raja Besar
Alkitab menulis dengan jelas, bahwa pengurapan yang dilakukan Samuel atas Daud kecil tidak seketika menjadikan Daud seorang raja. Daud mengalami proses yang panjang, dari gembala, pegawai istana kesayangan raja, sampai akhirnya dia menjadi raja. Tidak hanya sampai disitu saja, guncangan-guncangan dalam kerajaan Daud sesungguhnya hanyalah alat peraga Allah dalam mengajar dan mendidik Daud.
2. Sang Tokoh yang Dikoreksi
Petrus yang telah menjadi guru bagi jemaat mula-mula, khotbahnya yang memukau dan menobatkan banyak orang sekaligus, hikmat dan perkataannya yang sanggup menjernihkan kekeruhan para rasul tentang sunat, dan masih banyak lagi kehebatannya. Ternyata dia masih tetap digembleng Allah dengan berbagai cara, bahkan dengan cara seakan tidak layak bagi seorang rasul besar. Hanya soal makan bersama dengan orang Yahudi, dia ditegur oleh seorang yang katakanlah belum sesenior dia (Galatia 2:11-14).
Kita tidak sungkan mengacungkan jempol pada hubungan Daud dengan Tuhan. Kita pun tidak menyangsikan Petrus yang sampai dengan kematiannya memuliakan Allah, apabila dalam kondisi yang terasa wah itu mereka masih dibenahi Allah, itu berarti sepanjang hidup orang Kristen, sepanjang itulah Allah tetap berkepentingan untuk mengajar, mendidik, dan menyempurnakan kita sesuai dengan rencana-Nya untuk setiap kita.
Dewasa Bukanlah Sempurna
Dengan demikian kaburlah anggapan semula tentang kedewasaan rohani pribadi Kristen yang demikian hebat, berhikmat, dan bertindak tanpa kesalahan sehingga Allah tidak perlu membenahi atau menegur. Sedemikian kuat menanggung penderitaan sehingga tidak perlu lagi memerlukan dukungan doa dan moril dari saudara seiman. Begitu tangkas menyelesaikan persoalan hingga tidak lagi memerlukan dukungan tangan kasih Allah yang menguatkan.
Kehidupan Kristen adalah sebuah proses didikan, ajaran, dan tuntunan Allah seumur hidup. Kedewasaan rohani berarti pengertian dan kerelaan untuk dibentuk Allah seumur hidup kita. Ini berarti kita menerima juga segala bentuk dan cara Allah untuk membawa kita pada taraf pertumbuhan yang dikehendaki-Nya, sebagaimana tanah liat di tangan tukang periuk. Sebab di dalam penyerahan diri itulah terdapat keelastisan hati dan jiwa kita untuk dapat menyesuaikan diri dengan segala sesuatu yang Allah perhadapkan di depan kita. Apakah teguran, kritikan, hadiah, sanjungan, dan penderitaan sekalipun.
Kedewasaan Daud bukanlah ketulusan penyembahan dan kejujurannya di hadapan Allah dan manusia yang menjadikan dia raja besar, bukan pula besarnya ketergantungannya sebagai panglima perang pada Allah sebagai andalan. Kedewasaan Daud adalah kerelaannya untuk tetap dibentuk Allah dengan segala cara. Kita tahu tidak mudah seseorang raja jadi menyesal karena teguran nabi (misalnya Herodes saat ditegur Yohanes Pembaptis dengan persoalan yang hampir sama). Demikian juga Petrus, kedewasaannya bukanlah khotbahnya yang hebat. Namun, kesetiannya untuk tetap melayani Tuhan meskipun terjadi gesekan-gesekan dengan rekan sepelayanannya, itulah kehebatannya, sekalipun untuk itu dia membayar didikan Allah setinggi harga dirinya.
Jelas di sini bahwa memiliki kedewasaan rohani di usia muda bukalah suatu pertumbuhan yang abnormal atau mustahil, bukan pula suatu tuntutan surgawi yang sangat sulit dipenuhi di usia muda, ataupun teori yang bisa dicapai dengan upaya dan kekuatan. Sebabnya jelas, karena di antara keduanya (usia muda dan kedewasaan rohani) tidak memiliki sebab akibat.
Ada yang secara jasmani telah dewasa, tetapi memiliki kehidupan rohani yang masih bayi, rewel, dan selalu minta dilayani. Hatinya seperti kaca yang bila terbentur sedikit keras akan hancur berkeping-keping. Namun, bukanlah hal yang aneh bila kita jumpai seorang muda (secara jasmani) telah memiliki kedewasaan rohani sebab telah menyerahkan diri pada Allah dan memberi diri didandani Roh Kudus sejak mula pertobatannya.
Beberapa kriteria serta contoh beberapa tokoh muda dalam Alkitab berikut ini dapat memberikan sedikit gambaran tentang pribadi Kristen yang dewasa secara rohani:
Jalan Terus Meskipun Pelan
Menjadikan Daud rendah hati dihadapan Allah dan manusia serta bersandar pada Allah saja, diperlukan waktu bertahun-tahun sejak Daud menggembalakan ternak ayahnya hingga menjadi Raja. Allah perlu berkali-kali memberi pelajaran bahwa hanya dialah satu-satunya Penolong Daud, dengan melalui banyak kejadian (menyelamatkan ternak dari terkaman binatang buas, kemenangan atas Goliat, kemenangan dalam perang-perang kerajaan). Demikianlah perjalanan rohani kita ibarat sebuah grafik yang naik sedikit demi sedikit setiap hari.
Tetap Memandang Visi Allah
Karena bakat dan potensi di usia muda yang dipertimbangkan raja Nebukatnezar sebagai keuntungan kerajaannya, bawalah Sadrakh, Mesakh, Abednego, dan Daniel ke istana Babel dan mendapat perlakuan yang baik. Bila mereka menolak makanan santapan raja, bukan berarti mogok makan karena dibawa ke istana musuh. Juga bila mereka dimasukkan ke dalam perapian yang menyala-nyala karena menolak menyembah patung emas, bukanlah protes pada pemerintah sebagai ilmuan atau intelek muda yang kritis dan penuh potensi untuk merombak tradisi. Bukan pula keisengan yang kompak sebagai orang-orang muda. Semua itu mereka lakukan adalah semata-mata karena tidak dapat memalingkan hati dari Allah yang hidup, apapun risikonya.
Di usia muda yang penuh potensi yang bisa dikembangkan, sering datang tawaran jenjang karier yang cukup menggiurkan tetapi menjebak agar kita melepaskan Tuhan. Siapa yang tetap memandang visi Allah, dialah yang akan diluputkan dari api, dengan cara pertolongan yang sangat ajaib.
Berani Mengubah Arah Hidup
Seorang muda yang terdidik soal Hukum Taurat tiba-tiba mengubah arah hidupnya dari seorang penganiaya jemaat menjadi pekabar Injil Kristus. Terpaksa banting stir dalam menata masa depan rupanya merupakan pilihan yang banyak diambil oleh orang-orang muda sekarang ini. Kita banyak menjumpai artis yang tiba-tiba berubah menjadi penyanyi rohani. Ada yang tinggal beberapa bulan lagi akan diwisuda jadi dokter atau insinyur tahu-tahu duduk dibangku sekolah Alkitab sebagai mahasiswa baru, karena sebuah momentum pribadi dengan Allah seperti yang dialami Paulus dalam perjalanan ke Damsyik.
Keputusan putar arah ini tentu menimbulkan pro dan kontra yang mungkin di luar dugaan, tetapi itulah konsekuensi sebagai seorang yang telah dicelikkan mata hatinya.
Tidak Hanya Arus
Dunia modern ini begitu banyak menawarkan perkara yang menjadikan seorang muda meninggalkan kekudusannya dihadapan Allah. Di kanan kiri kita begitu banyak tersedia sarana untuk memuaskan kedagingan orang muda. Namun, yang bertekad menjaga diri seperti Yusuf saat di rumah Potifar, dialah yang tidak khamir oleh ragi dunia yang membinasakan, dialah yang kelak dijunjung tinggi oleh Allah diantara sesamanya.
Bangkit Setelah Jatuh
Suatu pekerjaan yang paling sulit adalah memulai segala sesuatu dari nol kembali. Keputusan banyak orang yang telah jatuh atau tercebur dalam lumpur adalah mandi lumpur sehingga seluruh tubuhnya kotor dan tidak lagi terlihat sehingga tidak perlu malu. Keistimewaan Simson bukanlah kehebatan otot dan darah mudanya, salah satu hal luar biasa yang dilakukan Simson adalah kemauannya untuk kembali berbalik dan berteriak minta tolong kepada Allah.
Seseorang yang dewasa secara rohani adalah orang yang berani menghampiri Tuhan meskipun dengan lumuran dosa sekalipun. Tindakan inilah yang dikehendaki Allah (pengajaran Tuhan Yesus dalam perumpamaan anak yang hilang). Itulah sebabnya Allah memulihkan keadaan Daud setelah penyesalan atas tindakan terhadap Uria dan Betsyeba, Petrus setelah penyangkalan dipulihkan Tuhan secara luar biasa, dan masih banyak contoh lagi.
Dewasa rohani bukan berarti tidak pernah atau tidak bisa jatuh dan frustrasi. Hanya saja tidak berlarut-larut dalam kekecewaan hingga ragu akan kasih Allah yang mengampuni pelacuran yang dilakukan Maria Magdalena, pemerasan Lewi si pemungut cukai, kekejian pembunuh-pembunuh Stefanus, penyangkalan Petrus, pengkhianatan Yudas, serta persekongkolan para pembunuh Yesus. Seseorang yang dewasa secara rohani tidak akan kehilangan keberanian dan kerendahan hatinya untuk kembali pada jalan kebenaran. Dia tidak akan memutuskan untuk semakin menceburkan diri dalam kegelapan yang lebih gelap seperti Yudas yang mati bukan karena hukuman Allah, tetapi karena tindakannya sendiri ... bunuh diri. Seorang yang dewasa rohani akan tetap menapak dari garis start lagi setelah kejatuhannya, sama seperti Petrus yang bangkit setelah pengkhianatannya.
Demikianlah kedewasaan rohani itu. Jadi kita tidak heran jika rasul Paulus menasihati Timotius; "Sekalipun engkau muda, jadilah teladan dalam kasihmu, dalam imanmu ... sehingga orang tidak meremehkanmu sebab engkau seorang yang muda".
Diambil dari: | ||
Judul Majalah | : | Bahana, Nomor 07, Tahun V, Volume 45, 7 Januari 1995 |
Judul Arikel | : | Dapatkah Kedewasaan Rohani Dimiliki Seorang Muda? |
Penulis | : | Zipora Dini |
Penerbit | : | Yayasan ANDI Yogyakarta |
Halaman | : | 52 -- 54 |