Klik x untuk menutup hasil pencarian. Cari di situs Remaja Kristen
Cinta Ini Milikmu, Mama
Keluaran 20:12. Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.
"Rosa, bangun ... sarapanmu sudah mama siapkan di meja." Tradisi ini sudah berlangsung selama 26 tahun, sejak pertama kali aku bisa mengingat, tapi kebiasaan mama tidak pernah berubah. "Mama sayang, tidak usah repot-repot, aku sudah dewasa," pintaku pada mama suatu pagi. Wajah tua itu langsung berubah. Pun ketika mama mengajakku makan siang di sebuah restoran. Buru-buru aku keluarkan uang dan membayar semuanya, ingin aku membalas jasa mama selama ini dengan hasil keringatku. Raut sedih itu tidak bisa disembunyikan.
Mengapa mama mudah sekali sedih? Aku hanya bisa mereka-reka. Mungkin sekarang memang fase di mana aku akan mengalami kesulitan untuk memahami mama. Dari sebuah artikel yang aku baca, orang yang sudah lanjut usia bisa sangat sensitif dan cenderung bersikap kekanak-kanakan. Namun, entahlah. Niat membahagiakan yang aku lakukan malah membuat mama sedih. Seperti biasa, mama tidak akan pernah mengatakan apa-apa.
Suatu hari, aku memberanikan diri untuk bertanya, "Ma, maafkan aku kalau telah menyakiti perasaan Mama. Apa yang membuat Mama sedih?" Aku menatap sudut-sudut mata mama, ada genangan air mata di sana. Dengan terbata-bata, mama berkata, "Tiba-tiba Mama merasa kamu sudah tidak lagi membutuhkan mama. Kamu sudah dewasa, sudah bisa menghidupi diri sendiri. Mama tidak boleh lagi menyiapkan sarapan untukmu, Mama tidak bisa lagi membelikan jajan buat kamu. Semua sudah bisa kamu lakukan sendiri."
Ah, Ya Tuhan, ternyata buat seorang ibu ... bersusah payah melayani putra-putrinya adalah sebuah kebahagiaan. Satu hal yang tidak pernah aku sadari sebelumnya.
Diam-diam, aku merenungkannya. Apa yang telah aku persembahkan kepada mama dalam usiaku sekarang? Adakah mama bahagia dan bangga pada putrinya? Waktu itu, aku menanyakannya pada mama. Mama menjawab, "Banyak sekali, Nak kebahagiaan yang telah kamu berikan pada Mama. Kamu tumbuh sehat dan lucu ketika bayi adalah kebahagiaan. Kamu berprestasi di sekolah adalah kebanggaan buat Mama. Setelah dewasa, kamu berperilaku sebagaimana seharusnya seorang hamba, itu kebahagiaan buat Mama. Setiap kali binar mata kamu mengisyaratkan kebahagiaan, di situlah kebahagiaan orang tua."
Lagi-lagi, aku hanya bisa berucap, "Ampuni aku, ya Tuhan, kalau selama ini sedikit sekali ketulusan yang aku berikan kepada mama. Masih banyak alasan ketika mama menginginkan sesuatu." Betapa sabarnya mamaku melalui liku-liku kehidupan.
Mamaku seorang yang idealis, menata keluarga, merawat dan mendidik anak-anak adalah hak prerogatif seorang ibu yang tidak akan bisa dilimpahkan kepada siapa pun. Ah, maafkan kami Mama ... 18 jam sehari sebagai "pekerja" seakan tidak pernah membuat mama lelah. Sanggupkah aku, ya Tuhan?
"Rosa, bangun Nak ... sarapannya sudah Mama siapkan di meja." Kali ini, aku segera lompat ... aku membuka pintu kamar dan kurangkul mama sehangat mungkin. Aku menciumi pipinya yang mulai keriput, menatap matanya lekat-lekat, dan mengucapkan, "Terima kasih Mama. Aku beruntung sekali memiliki Mama yang baik hati, izinkan aku membahagiakan Mama." Kulihat binar itu memancarkan kebahagiaan.
Cintaku ini milikmu, Mama. Aku masih sangat membutuhkanmu. Maafkan aku yang belum bisa menjabarkan arti kebahagiaan buat dirimu.
Sahabat, tidak selamanya kata sayang harus diungkapkan dengan kalimat "Aku sayang padamu". Namun begitu, Tuhan menyuruh kita untuk menyampaikan rasa cinta yang kita miliki kepada orang yang kita cintai.
Ayo kita mulai dari orang terdekat yang sangat mencintai kita: Ibu. Walau mereka tidak pernah meminta, percayalah bahwa kata-kata itu akan membuat mereka sangat berarti dan bahagia.
"Ya Tuhan, cintailah mamaku, berilah aku kesempatan untuk bisa membahagiakan mama selagi Engkau mengizinkan aku hidup. Dan jika saatnya nanti mama Kau panggil, terimalah dan jagalah dia di sisi-Mu. Titip mamaku, ya Tuhan."
Untuk dan oleh semua ibu yang mencintai anak-anaknya ... dan semua anak yang mencintai ibunya.
Diambil dan disunting dari: | ||
Judul buletin | : | Shining Star |
Edisi buletin | : | Tahun ke-VII, No.75, 2005 |
Penulis | : | Tidak dicantumkan |
Penerbit | : | Komisi Remaja GKI Gunung Sahari, Jakarta 2005 |
Halaman | : | 1 -- 2 |