Klik x untuk menutup hasil pencarian. Cari di situs Remaja Kristen
Seandainya Yusuf Menceraikan Maria
"Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama istrinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam." (Matius 1:19)
Beberapa tahun yang lalu, sekelompok sejarawan mengarang buku berjudul "If-Or History Rewritten" (Jika Sejarah Ditulis Ulang atau Jika Tidak). Beberapa "jika" yang dikemukakan para ahli tersebut adalah: Bagaimana jika Robert E. Lee tidak kalah dalam perang Gettysburg? Bagaimana jika Belanda mempertahankan New Amsterdam? Bagaimana jika Booth tidak berhasil membunuh Abraham Lincoln? Bagaimana jika Napoleon berhasil melarikan diri ke Amerika?
Mari kita coba terapkan hal yang sama pada suatu peristiwa penting dalam sejarah -- kelahiran Yesus Kristus. Bagaimana jika Yusuf menceraikan Maria secara diam-diam? Apa akibatnya terhadap dirinya sendiri, Maria, dan Yesus?
Siapakah Yusuf? Hanya sedikit informasi yang dikemukakan Alkitab tentang tokoh ini. Namanya paling banyak tercantum dalam Injil Matius, itu pun hanya di bagian yang merekam permulaan hidup Tuhan Yesus. Yusuf adalah anak dari Matan (Matius 1:16). Dua kali dalam Alkitab, Yusuf diketengahkan sebagai anak atau keturunan Daud (Matius 1:20; Lukas 1:27). Pekerjaannya adalah tukang kayu. Walaupun ia hanya tinggal di kota kecil Nazareth, sebagai keturunan Daud, tentunya ia dikenal dan dihormati orang-orang di sekelilingnya. Alkitab mencatat bahwa Yusuf adalah seorang yang tulus hatinya. "A righteous man". Ia setia dan taat dalam melakukan Hukum Taurat.
Sebagai seorang pria, ia tentunya sangat kaget, marah, dan kecewa ketika mengetahui bahwa Maria, tunangannya, telah mengandung seorang bayi. Ia sangat mencintai Maria, tetapi dalam benaknya pastilah terpikir, "Anak siapakah yang dikandungnya? Dengan siapakah Maria telah berzina?" Bagaimana mungkin semua ini terjadi dan menimpa mereka?
Dalam tradisi perkawinan Yahudi, hubungan seorang laki-laki dan wanita yang menjurus kepada pernikahan terdiri dari tiga tahap. Pertama, tahap saling berjanji. Tahap ini sering diawali oleh kedua pihak orang tua atau wali ketika pasangan itu masih kecil. Kadang-kadang, sampai pada saat pertunangan, si pria tidak pernah bertemu dengan si wanita.
Tahap kedua adalah tahap pertunangan. Tahap ini boleh kita samakan dengan peresmian hubungan pria dan wanita di muka umum. Pada tahap ini, perjanjian yang telah dilakukan oleh kedua pihak orang tua atau wali dapat saja dibatalkan, apabila si wanita tidak bersedia untuk melanjutkan hubungan itu. Namun, sekali pertunangan itu dilakukan dan diketahui umum, sifatnya mengikat. Masa pertunangan itu berlangsung selama satu tahun. Dalam masa itu, pasangan itu sudah dikenal sebagai suami dan istri. Hubungan itu tidak biasa diputuskan, kecuali dengan jalan perceraian.
Memang, dalam hukum Yahudi, kita sering menemukan hal-hal yang bagi kita sangat aneh. Seorang gadis yang ditinggal mati tunangannya disebut sebagai gadis janda. Dalam tahap pertunangan, hubungan seks adalah perzinaan. Hukuman bagi perzinaan adalah dirajam batu sampai mati. Tahap ketiga adalah tahap pernikahan. Tahap ini dimulai seusai masa pertunangan. Pada tahap ini, hubungan pria dan wanita itu berlanjut menjadi hubungan suami dan istri.
Kala itu, hubungan Yusuf dan Maria sudah berada pada tahap pertunangan. Kalau Yusuf ingin mengakhiri hubungan itu, ia dapat melakukannya hanya dengan jalan menceraikan Maria. Bagaimana jika Yusuf melakukan hal itu -- menceraikan Maria? Bagaimana jika Yusuf tidak percaya kepada penjelasan tunangannya tentang keberadaan bayi dalam kandungannya? Bagaimana jika Yusuf tidak menggubris apa yang dikatakan malaikat tentang anak itu?
"Jika-jika" seperti itu memang sulit untuk dibayangkan karena faktanya memang tidak demikian. Alkitab mencatat, ternyata Yusuf taat dan percaya kepada berita yang disampaikan malaikat. "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai istrimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka." (Matius 1:20-21) "Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai istrinya." (ay. 24)
Keputusan dan tindakan tersebut tidak diambil Yusuf berdasarkan pertimbangannya sendiri, tetapi karena ketaatannya kepada firman Tuhan. Hal ini juga tampak dalam dua peristiwa berikutnya. Ketika lewat mimpi malaikat Tuhan memerintahkannya untuk membawa keluarganya menyingkir ke Mesir, Yusuf segera melakukannya (Matius 2:13-14). Lalu, ketika malaikat Tuhan memintanya berangkat kembali ke tanah Israel, Yusuf pun segera melakukannya (ay. 19-21).
Ketaatan dan kepercayaan Yusuf kepada firman Tuhan mengalahkan segala perasaan curiga, marah, dan kecewa. Penyerahan dirinya kepada pimpinan Tuhan memberanikannya untuk melangkah maju. Inilah yang menonjol dalam pribadi Yusuf. Inilah yang patut kita contoh!
Sumber asli:
Judul buku | : | Harta Karun Natal |
Judul asli artikel | : | Seandainya Yusuf Menceraikan Maria |
Penulis | : | Daniel Adipranata |
Penerbit | : | Penerbit Mitra Pustaka, Bandung 2005 |
Halaman | : | 27 -- 31 |
Diambil dan disunting dari:
Nama situs | : | Situs Natal Indonesia |
Alamat URL | : | http://natal.sabda.org/seandainya_yusuf_menceraikan_maria |
Penulis artikel | : | Daniel Adipranata |
Tanggal akses | : | 9 September 2014 |
- Login to post comments